Kebeningan hati seorang Gus miek
Gus Miek bagi sebagian orang yang pernah
dekat dan mengenalnya, akan terkesan bahwa beliau adalah pengayom atau
pelindung rakyat jelata, dengan kebeningan hati Gus miek, mampu menembus
batas kelas dan agama.
Beberapa kisah berikut adalah salah satu
yang mewakili dari kisah Gus miek. Semoga bermanfaat bagi Sami’in setia
yang belum pernah mengenal beliau secara dekat dan para pemerhati yang
ingin lebih banyak mengetahui tentang Gus Miek.
Kota Surabaya, salah satu kota yang
menjadi favourite Gus Miek, dan salah satu tempat yang paling sering
beliau singgahi adalah kafe di Hotel Elmi. Suasana malam khas kafe yang
gaduh, dimana entakan musik menggebrak malam, dan disudut-sudut ruangan
penuh kepulan asap rokok yang menyesakkan dada, berbaur bau alkohol yang
menusuk hidung. Disalah satu sudut pojok ruangan kafe terlihat seorang
lelaki berwajah teduh sedang mengobrol dikelilingi beberapa orang.
Tubuhnya sedang, rambutnya ikal dan diantara jemari tangannya terselip
sebatang rokok.
Terdengar kalimat-kalimat yang
menyejukkan dan sesekali terdengar tawa segar. Menurut orang-orang yang
ada disekelilingnya tersebut, lelaki itu selain ada di kafe ini juga
dikenal di beberapa diskotik di Surabaya. Dan mereka semua memberikan
julukan “Kyai Nyentrik”.
Itulah dunia K.H. Khamim Jazuli alias Gus
Miek. Ia adalah tokoh sentral sema’an Al-Qur’an yang pengikutnya ribuan
orang. Sema’an adalah kegiatan membaca dan mendengarkan Al-Qur’an
berjama’ah atau bersama-sama, dimana dalam sema’an itu juga selain
mendengarkan Al-Qur’an, yang hadir ( sami’in) juga bersama-sama
melakukan ibadah sholat wajib secara berjama’ah juga sholat-sholat
sunnah yang lain, dari ba’da Subuh hingga khatamnya Al-Qur’an. Gus Miek
memiliki seorang istri dan lima orang anak. Beliau dikenang sebagai Kiai
yang mengayomi umat, terutama rakyat jelata. Ke khasan gayanya dalam
menyebarkan kebenaran sangat langka dan tidak seperti ulama pada
umumnya. Lahan garapannya adalah orang-orang pinggiran dan para ”manusia
malam”.
Majelis Sema’an mula-mula didirikan
dikampung Burengan Kediri sekitar tahun 1986. Mula-mula pengikutnya
hanya 10-15 orang. Lama kelamaan berkembang menjadi ribuan. Tempatnya
pun tidak hanya di masjid atau dari rumah ke rumah, tetapi sudah
memasuki wilayah pendopo kabupaten, Kodam bahkan sampai ke Keraton
Yogya.
Dari berkelana timbullah gagasan sema’an
Al-Qur’an. Saya ingin benar dan tidak terlalu banyak salah. Maka saya
ambil langkah silang dengan menganjurkan pada para santri untuk
berkumpul sebulan sekali, mengobrol, guyonan santai, diiringi hiburan.
Syukur-syukur jika hiburan itu berbau ibadah yang menyentuh rahmat dan
nikmat Allah. Kebetulan saya menemukan pakem bahwa pertemuan seperti itu
jika dibarengi membaca dan mendengarkan Al-Qur’an, syukur-syukur bisa
dari awal sampai khatam, Allah akan memberikan rahmat dan nikmatNYA.
Jadi menurut Gus Miek, secara batiniah
sema’an Al-Qur’an adalah hiburan yang hasanah, hiburan yang baik. Selain
juga merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah, dan sebagai tabungan
di hari akhir. Itu yang harus bener-benar diyakini oleh jema’ah sema’an
Al-Qur’an. Orang yang mendengarkan dan membaca Al-Qur’an mendapat
pahala yang sama. Malah dalam sebuah ulasan seorang ulama dikatakan
bahwa orang yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an pahalanya lebih besar
daripada yang membacanya, sebab pendengar lebih bisa menata hati,
pikiran dan telinga serta lebih fokus pada pendekatan diri kepada Allah.
Satu-satunya upaya untuk mengutarakan
sesuatu kepada Allah menurut beliau ialah lewat Majelis sema’an
Al-Qur’an ini. Karena berdasarkan sebuah hadis, ”barang siapa ingin
berkomunikasi dengan Allah, maka beradalah ditengah-tengah suatu majelis
yang didalamnya mengalun Al-Qur’an.”
Gus Miek memang memiliki kelebihan yang
unik. Beliau lebih suka memakai pakaian trendi ketimbang sorban, jubah
maupun sarung. Pergaulannya pun sangat luas. ” Saya merasa dituntut
menguasai bahasa kata, bahasa gaul, dan bahasa hati,” tutur beliau.
Pada saat saya masuk diskotik, kafe atau
karaoke, saya hanya bisa tertawa. Saya senang tapi saya lebih tertarik
pada pendapat seorang ulama dulu, kalau nggak salah namanya Imam Ahmad
bin Hanbal. Kalau masuk ke tempat hiburan yang diharamkan oleh Islam,
justru Imam Ahmad bin Hanbal malah bergabung dan berdoa, pada saat
beliau dipintu masuk pertama. Doa beliau ” Ya Allah, seperti halnya Kau
buat orang-orang ini berpesta pora ditempat seperti ini, semoga Engkau
jadikan pula mereka berpesta pora di akherat nanti”.
Semasa hidup Gus Miek selalu diburu,
bahkan tidak sedikit yang merelakan waktunya berjam-jam dan berhari-hari
untuk bertemu walaupun sekedar bersalaman. Tamunya datang dari berbagai
golongan, mulai tukang becak, para banci, santri, artis, politikus,
pejabat sampai Jendral. Mereka percaya bertemu dengan Gus Miek akan
membawa berkah tersendiri. Mereka kebanyakan meminta nasehat tentang
berbagai persoalan hidup. Saat beliau berumur 10 tahun sudah banyak
didekati orang. ”Bahasa yang datang kepada saya ya itu-itu saja, minta
restu, mengungkapkan kekurangan, minta doa mudah mencari rezeki, bahkan
orang yang mau melahirkan juga datang kepada saya, dikira saya ini
bidan,” tutur beliau seraya terkekeh.
Gus Miek benar-benar rendah hati. ” Saya
ini bukan kiai, juga bukan ulama. Saya ini orang yang dipaksa untuk
dipanggil kiai. Saya ini hanya orang yang ingin melakukan kebenaran dan
tak ingin terlalu banyak salah”, kata beliau. ” Kita ini jangan sekali
kali sok suci atau super bersih, sebab didunia ini ada dua penampilan.
Pertama, penampilan sebagai manusia satu-satunya dibumi yang paling top,
paling suci , paling bersih. Kedua, kebalikannya, sebagai manusia
penghuni bumi yang bukan apa-apa. Saya ini hanyalah,
insyaAllah kalau dalam jiwa kita sudah tertanam perasaan sebagai hamba
Allah, akan tertanam pula rasa dosa, rasa salah, rasa kekurangan,
sehingga untuk memohon pengampunan kepada Allah akan lebih besar dan
meningkat. Dan itu sulit, termasuk saya sendiri”, tutur beliau
Selain rendah hati beliau juga pribadi
yang sangat sederhana. Meski keluarganya di Kediri, namun tak seorangpun
tahu keberadaannya. Jika beliau berada di Surabaya lebih sering berada
dirumah salah satu sahabat beliau yaitu Bapak Syafi’i, di dekat Masjid
Ampel, beliau tak segan-segan tidur di kursi plastik jebol ditemani
sebuah teko kuningan berisi teh kental dan dua gelasnya. Tak lupa asbak
penuh puntung rokok kretek, karena ia memang dikenal perokok berat.
Karena kerendahan hati serta tak
segan-segan membantu orang yang kesusahan tersebut, bisa dimaklumi jika
tamunya berjubel, bahkan pernah sampai 18 hari 18 malam tidak tidur
karena sibuk menerima tamu. Karena beliau tak kuasa menolak tamu. Bahkan
pernah pada saat hadir disema’an, Gus Miek langsung dikerubuti ribuan
jama’ah, sampai-sampai harus diselundupkan ke jamaah wanita untuk
menghindari serbuan sami’in.
Disamping sema’an Al-Qur’an, beliau juga
mendirikan majelis dzikir ”Dzikrul Ghofilin”. Maksudnya adalah dzikirnya
orang-orang yang lupa kepada Allah. Seperti halnya sema’an, majelis
dzikir yang lazim disebut muzahadah inipun diikuti ribuan jama’ah dengan
khusuk. Baik majelis sema’an Al-Qur’an dan Dzikrul Ghofilin ini sangat
diminati oleh ribuan muslimin terutama daerah Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Gus Miek sejak kecil memang terlihat
aneh. Beliau mengaku sering dianggap aneh bahkan tidak jarang ada yang
mengatakan tidak waras. ” Dari umur 11 tahun saya seperti orang sakit,
orang-orang menganggap saya tidak waras. Lha wong kerjaan saya hanya
disungai, memancing terus menerus,” tuturnya
Gus Miek sejak kecil suka mengembara,
bahkan orang tuanya pun tidak tahu dimana keberadaan Khamim kecil. Dan
oleh Ayahnya ia sudah dianggap anak hilang. Bahkan kebiasaan Gus Miek
tersebut berlanjut hingga masa tuanya. Bukan rahasia lagi jika orang
sulit mencarinya. Untuk bertemu beliau itu ”jodoh-jodohan” atau ”nasib-
nasiban”, kalau jodoh gampang ditemui, tidak dicaripun beliau muncul,
tetapi kalau tidak jodoh, dicari-cari kemanapun bahkan sampai satu
bulanpun, belum tentu ketemu, kata beberapa sami’in.
Banyak cerita tentang karomah atau
kemuliaan yang muncul disekitar kehidupan Gus Miek, yang oleh orang awam
dianggap aneh. Diantaranya kemampuan Gus Miek menyembuhkan penyakit
hanya dengan air putih. Banyak pula yang bercerita bahwa Gus Miek bisa
hadir di dua tempat. Salah satu contoh cerita yaitu saat Kiai Musta’in
Romli, pendiri Pondok Pesantren Darul ’Ulum Jombang, dan salah satu
seorang mursyid sebuah tarekat meninggal. Ketika itu sang ayahanda Gus
Miek yaitu Kiai Ahmad Jazuli akan berangkat takziah. Gus Miek saat itu
diajak ikut, tapi beliau menolak, dan memilih tinggal dirumah saja.
Berangkatlah rombongan Kiai Ahmad Jazuli
ke Jombang tanpa Gus Miek kecil. Tiba dirumah duka, betapa kagetnya
beliau karena melihat Gus Miek sudah berada disana. Bertanyalah beliau
kepada kerabat Kiai Mustain, dan jawaban kerabat kiai Musta’in membuat
Kiai Ahmad Jazuli tercengang. ” Gus Miek sudah menemani Kiai Musta’in
sejak seminggu sebelum almarhum wafat, Kiai ..,”tutur kerabat tersebut.
Cerita unik yang lain ketika pada saat
sholat jamaah Jum’at, tiba-tiba Gus Miek hilang. Orang-orang disekitar
beliau bingung dibuatnya. Mereka sudah berusaha mencari Gus Miek kesana
kemari usai sholat jum’at, namun tetap tidak ketemu. Dengan tiba-tiba
Gus Miek muncul dengan membawa seonggok kurma yang ranting-rantingnya
masih meneteskan getah segar. Dan mereka yakini bahwa Gus Miek tadi
pasti habis sholat jum’at di Mekah.
Pada suatu saat Gus Miek juga terlihat
lagi dikelilingi fakir miskin, Gus Miek memberikan uang kepada mereka
semuanya. Anehnya uang tersebut diberikan setelah beliau secepat kilat
menggerakkan tangan kanannya ke udara, dan mendadak ditangan beliau
sudah tergenggam uang segepok.
Kiai kharismatik dan sederhana, kaya
dengan karomah serta sangat dekat dengan orang kebanyakan, pembela serta
pelindung kaum papa dan miskin ini, tak ayal dianggap seorang Wali (
Orang Suci). Sosok beliau yang pergaulannya dikenal luas ini, wafat di
Surabaya tepatnya di Rumah Sakit Budi Mulia, pada 5 Juni 1993, dan
dimakamkan di pemakaman para Wali, Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kediri.
Tempat Makam ini juga beliau penggagasnya.
And Share