Pahami Kerudung - Jilbabmu, Muslim, Kristen, Atau Yahudi? Karena Jilbab juga diajarkan di ajaran agama di luar Islam
Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center
Menarik
sekali statemen Menteri Dalam Negeri Italia Giulliano Amato, beberapa
waktu lalu menjawab tuntutan dari kelompok ekstrim sekuler di Italia
yang menginginkan agar dikeluarkannya larangan berkerudung bagi Muslimah
di Italia. Ia mengatakan demikian, "Ketika Bunda Maria senantiasa
memakai kerudung, lalu bagaimana bisa kalian berharap dari saya untuk
menentang kerudung kaum Muslimah?"
Dan Amato menambahkan, "Bunda Maria adalah ibu dari nabi kita Isa al-Masih dan senantiasa memakai kerudung. Bila demikian kenyataannya, bagaimana mungkin saya menyetujui pelarangan kerudung di negara ini."
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana pandang-an kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perem-puan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepa-da Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami. Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239). Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu (Alexandra Wright, 19??, hal 128-129).
Bagaimanakah jilbab menurut tradisi Kristen?
Terus, apa hubungannya jilbab dengan kutipan ayat di atas? Ya, sosok wanita yang baik dalam pandangan islam adalah mereka yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu amalan yang dimaksud adalah mengenakan Jilbab.
Apa itu jilbab? Menurut Wikipedia jilbab adalah pakaian terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Jadi jilbab disini bukan hanya sebatas kerudung yang menutupi bagian kepala dan rambut saja. Dan yang pasti jilbab itu adalah identitas seorang muslimah. Dimana dengan jilbabnya dia akan mudah dikenali ke-muslimah-annya dan tidak akan diganggu.
Sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : “Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan” (H.R. Abu Daud)”. Itu sabda Rasulullah. Tapi nyatanya sekarang, banyak para muslimah yang salah mengartikan jilbab dan gaya berbusana yang syar’i.
Ini bertentangan dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an “.. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya … ” (QS. An Nur : 31)
- Rok kurang panjang (agak ngatung)
Hal ini tidak sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tarmizi dan Nasa’i, dari Ummu Salamah r.a. “”Ya Rasulullah, bagaimana dengan perempuan dan kain-kain mereka yang sebelah bawah?” Sabda Rasulullah S.A.W : “Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi keatasnya”
- Pakaian ketat dan menampakkan bentuk tubuh
Selain terlihat dan terasa sesak, ternyata pakaian yang ketat juga tidak baik untuk kesehatan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa pakaian yang ketat menyebabkan kulit kekurangan ruang untuk bernafas. Akibat yang ditimbulkan dari mengenakan pakaian ketat – mulai dari yang teringan seperti biduran, adanya bercak ringan di bagian tubuh tertentu sampai dengan penyakit yang cukup berbahaya, seperti kemandulan dan kanker.
- Menggunakan riasan make up yang tebal.
Menggunakan riasan make up bagi seorang perempuan tidaklah dilarang, tapi anjurannya adalah ‘jangan berlebihan’ karena segala sesuatu ynag berlebihan itu tidak baik dan Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Selain itu, jika make up anda terlalu tebal, maka kurang sehat untuk wajah anda karena kulit wajah tidak dapat bernafas dengan baik dan menyisakan residu yang berlebihan pada wajah sehingga jika tidak telaten dapat menyebabkan jerawat di wajah. Apalagi ada beberapa muslimah yang mungkin malas berwudhu atau hanya berwudhu sekedarnya saja dengan alasan menjaga riasan wajah agar tetap awet.
- Kesalahan lainnya dalam berkerudung, diantaranya adalah tidak memakai kaos kaki, mengenakan blus yang pendek, memakai rok dengan belahan tinggi serta mengenakan kerudung yang terbuat dari bahan yang tipis/jarang.
Dan Amato menambahkan, "Bunda Maria adalah ibu dari nabi kita Isa al-Masih dan senantiasa memakai kerudung. Bila demikian kenyataannya, bagaimana mungkin saya menyetujui pelarangan kerudung di negara ini."
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana pandang-an kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perem-puan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepa-da Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
DAn JueL NEWs Membaca
Artikel
berikut adalah salah satu bab dari buku kecil karangan Dr. Sherif
Abdel Azeem, seorang professor di Queen University, Ontario, Canada.
Judul bukunya (terbitan 1996) adalah Women in Islam versus Women in the Judaeo-Christian Tradition; The Myth and The Reality. Hak Cipta ada pada pengarang dimana beliau mengijinkan untuk penyalinan dan terjemahan sepanjang tidak mengurangi isinya.
Marilah kita buka satu persoalan yang di negara-negara Barat dianggap
sebagai simbol dari penindasan dan perbudakan wanita, yaitu jilbab atau
tudung kepala. Apakah betul tidak terdapat pembahasan mengenai jilbab
di dalam tradisi Jahudi-Kristen ? Mari kita lihat bukti catatan yang
ada.
Jilbab menurut tradisi Yahudi
Jilbab
menunjukkan suatu penghormatan dan status sosial dari seorang wanita.
Seorang wanita dari golongan bawah mencoba menggunakan jilbab untuk
memberikan kesan status yang lebih tinggi. Jilbab merupakan tanda
kehormatan. Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur
tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering
memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S.W.Schneider, 1984,
hal 237). Wanita-wanita Yahudi di Eropa melanjutkan menggunakan jilbab
sampai abad ke sembilan belas hingga mereka bercampur baur dengan
budaya sekuler. Tekanan eksternal dari kehidupan di Eropa pada abad
sembilan belas memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup
kepala.
Hukum
Rabbi melarang pemberian berkat dan doa kepada wanita menikah yang
tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap
(maaf) Pelacur. Dr. Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic,
wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan
terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai
denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami. Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239). Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu (Alexandra Wright, 19??, hal 128-129).
Bagaimanakah jilbab menurut tradisi Kristen?
Kita sendiri menyaksikan sampai hari ini bahwa para Biarawati Katolik
menutup kepalanya, dimana ini adalah perintah didalam injil sendiri dan
sebetulnya telah ada semenjak empat ratus tahun yang lalu.
Tetapi bukan hanya itu, St. Paul (atau Paulus) dalam Perjanjian Baru, I
Korintus 11:3-10, membuat pernyataan-pernyataan yang menarik tentang
jilbab sebagai berikut: “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal
ini, yaitu Kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus, kepala dari
perempuan adalah laki-laki dan kepala Kristus adalah Allah. Tiap
laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung,
menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau
bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab
ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan
tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga mengguting
rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya
digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab
laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan kemuliaan
Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki
tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki.
Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan dicipt
akan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa
di kepalanya oleh karena malaikat“. (I Korintus 11:3-10).
St.
Paul memberikan penalaran tentang wanita yang berjilbab atau
berkerudung adalah bahwa jilbab memberikan tanda kekuasaan pada
laki-laki, yang merupakan gambaran kebesaran Tuhan, atas wanita yang
diciptakan dari dan untuk laki-laki. St. Tertulian di dalam risalahnya
“On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau
mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau
mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang
asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di
antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang
memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M
Henning, 1974, hal 272). Beberapa golongan Kristen, seperti Amish dan
Mennoties contohnya, mereka hingga hari ini tetap mengenakan tutup
kepala. Alasan mereka mengenakan tutup kepala, seperti yang dikemukakan
pemimpin gerejanya adalah: “Penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan
wanita kepada laki-laki dan Tuhan,” logika yang sama seperti yang
ditulis oleh St. Paul dalam Perjanjian Baru (D. Kraybill, 1960, hal 56).
Dari semua bukti-bukti di atas, nyata bahwa Islam bukanlah agama yang
mengada-adakan dan mewajibkan penutup kepala, tetapi Islam telah
mendukung hukum tersebut. Al Qur’an memerintahkan kepada laki-laki dan
perempuan yang beriman untuk menahan pandangannya dan menjaga
kemaluannya. Juga memerintahkan wanita beriman agar memanjangkan penutup
kepalanya sampai menutupi leher dan dadanya.
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat….. Katakanlah kepada wanita yang beriman : “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan
hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya…” (Qs. An Nuur:30,31)
Di dalam Al Qur’an jelas tertulis bahwa kerudung sangat penting untuk menutup aurat.
Mengapa aurat itu penting ? Hal itu dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Ahzab 59: “Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al Ahzab:59)
Cara Memakai Jilbab Yang Baik -Prolog menurut syariat Islam
Sebagaimana tertulis dalam Al Qur’an surat An Nur ayat 26, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”.Terus, apa hubungannya jilbab dengan kutipan ayat di atas? Ya, sosok wanita yang baik dalam pandangan islam adalah mereka yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu amalan yang dimaksud adalah mengenakan Jilbab.
Apa itu jilbab? Menurut Wikipedia jilbab adalah pakaian terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Jadi jilbab disini bukan hanya sebatas kerudung yang menutupi bagian kepala dan rambut saja. Dan yang pasti jilbab itu adalah identitas seorang muslimah. Dimana dengan jilbabnya dia akan mudah dikenali ke-muslimah-annya dan tidak akan diganggu.
Cara Memakai Jilbab Yang Baik
Jilbab yang baik adalah jilbab yang sesuai dengan tuntunan Islam, bukan sesuai dengan mode atau trend yang berlaku di masyarakat. Apa saja syarat-syarat cara memakai jilbab yang baik? Beberapa di antaranya :- Menutupi aurat
- Jilbab lebar dan menutup dada
- Jilbab longgar tidak menampakkan bentuk tubuh
- Tidak tembus pandang
- Tidak memakai riasan/make up tebal
Kesalahan Dalam Cara Memakai Jilbab
Mengenai penggunaannya, jilbab itu sendiri bukanlah jenis jilbab atau kerudung gaul seperti fenomena yang sering kita lihat sekarang-sekarang ini. Kerudung yang digunakan haruslah syar’I dan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, baik itu dala Al Qur’an ataupun hadits. Nah, disini akan dibahas sedikit mengenai jilbab atau lebih ke gaya berbusana kaum muslimah yang seharusnya atau kita kenal dengan istilah syar’i.Sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : “Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan” (H.R. Abu Daud)”. Itu sabda Rasulullah. Tapi nyatanya sekarang, banyak para muslimah yang salah mengartikan jilbab dan gaya berbusana yang syar’i.
Berikut Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam berkerudung dan berbusana muslimah
- Kerudung tidak menutupi dadaIni bertentangan dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an “.. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya … ” (QS. An Nur : 31)
- Rok kurang panjang (agak ngatung)
Hal ini tidak sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tarmizi dan Nasa’i, dari Ummu Salamah r.a. “”Ya Rasulullah, bagaimana dengan perempuan dan kain-kain mereka yang sebelah bawah?” Sabda Rasulullah S.A.W : “Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi keatasnya”
- Pakaian ketat dan menampakkan bentuk tubuh
Selain terlihat dan terasa sesak, ternyata pakaian yang ketat juga tidak baik untuk kesehatan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa pakaian yang ketat menyebabkan kulit kekurangan ruang untuk bernafas. Akibat yang ditimbulkan dari mengenakan pakaian ketat – mulai dari yang teringan seperti biduran, adanya bercak ringan di bagian tubuh tertentu sampai dengan penyakit yang cukup berbahaya, seperti kemandulan dan kanker.
- Menggunakan riasan make up yang tebal.
Menggunakan riasan make up bagi seorang perempuan tidaklah dilarang, tapi anjurannya adalah ‘jangan berlebihan’ karena segala sesuatu ynag berlebihan itu tidak baik dan Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Selain itu, jika make up anda terlalu tebal, maka kurang sehat untuk wajah anda karena kulit wajah tidak dapat bernafas dengan baik dan menyisakan residu yang berlebihan pada wajah sehingga jika tidak telaten dapat menyebabkan jerawat di wajah. Apalagi ada beberapa muslimah yang mungkin malas berwudhu atau hanya berwudhu sekedarnya saja dengan alasan menjaga riasan wajah agar tetap awet.
- Kesalahan lainnya dalam berkerudung, diantaranya adalah tidak memakai kaos kaki, mengenakan blus yang pendek, memakai rok dengan belahan tinggi serta mengenakan kerudung yang terbuat dari bahan yang tipis/jarang.
And Share